A.
Masalah
dan Pemecahan Masalah
1.
Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat diidentifikasi masalah
yang dihadapi dalam pembelajaran IPS yaitu rendahnya hasil belajar IPS yang
disebabkan oleh cara mengajar guru yang masih bersifat konvensional dimana
proses pembelajaran banyak didominasi oleh guru.
2.
Pemecahan
Masalah
Masalah mengenai rendahnya hasil belajar IPS siswa kelas IV SD Negeri
Mandai Makassar akan dipecahkan melalui penerapan metode bermain peran.
B.
Latar
Belakang Masalah dan Alasan Pemilihan Pemecahan Masalah
Berdasarkan hasil observasi awal peneliti yang dilakukan di kelas IV SD
Negeri Mandai Makassar pada tanggal 24 September 2011 diperoleh keterangan dari
guru bidang studi IPS bahwa kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal-soal IPS
masih sangat rendah, bahkan nampaknya siswa merasa takut dan malu bertanya
tentang materi yang belum diketahui pada saat pembelajaran IPS. Hal ini
dikarenakan penyajian materi masih bersifat monoton, sehingga siswa kurang
tertarik untuk belajar IPS. Dalam situasi seperti ini siswa merasa bosan karena
kurangnya dinamika inovasi, kekreatifan siswa belum dilibatkan secara aktif
akibatnya siswa sulit untuk mengembangkan pembelajaran yang benar-benar
berkualitas berdasarkan hasil wawancara dengan guru bidang studi IPS di sekolah
tersebut. Diperoleh informasi bahwa rata-rata skor hasil belajar IPS siswa
kelas IV SD Negeri Mandai Makassar pada saat dilaksanakan ujian semester Ganjil
tahun pelajaran 2010/2011 adalah 58,5 berada di bawah nilai KKM (Kriteria
Ketuntasan Minimal) yang ditetapkan di sekolah tersebut, yakni 65 dari skor
ideal 100. Hal ini menggambarkan bahwa hasil belajar IPS siswa masih tergolong
rendah.
Untuk mengatasi masalah rendahnya hasil belajar IPS maka perlu diterapkan
suatu model pembelajaran yang dapat mengaktifkan siswa dalam proses belajar
mengajar sehingga materi IPS dapat dicerna dengan baik oleh siswa. Salah satu
alternatif model pembelajaran yang dapat mengaktifkan siswa dalam pembelajaran
adalah metode bermain peran.
Salah satu komponen sistem pembelajaran yang harus diperbaiki yaitu
metode pembelajaran. Metode pembelajaran yang dapat digunakan dalam proses belajar
mengajar adalah metode bermain peran.
Para ahli telah melakukan
penelitian pada berbagai metode pembelajaran yang dapat mengefektifkan
pembelajaran di kelas, satu diantaranya metode pembelajaran bermain peran.
Penerapan pengajaran
berdasarkan pengalaman lainnya ialah bermain peran. Didalam bermain, peran guru
menerima peran ide-ide orang lain dalam suatu situasi yang khusus. Bermain
peran memungkinkan para murid mengidentifikasi situasi-situasi dunia nyata dan
dengan ide-ide orang lain. (Hamalik, 2008: 214)
Metode ini dirancang khusus untuk membantu murid memperoleh nilai-nilai sosial dan moral dan pencerminannya
dalam perilaku. Karena itu, dimensi sosial metode ini memungkinkan individu
untuk bekerja dalam menganalisis situasi sosial, terutama permasalahan interpersonal melalui cara-cara yang demokratis
guna menghadapi situasi tersebut. Melalui penerapan metode bermain peran
menuntut investigasi masalah murid dalam belajar, baik secara individual
kelompok maupun klasikal.
Berdasarkan latar belakang di
atas, maka penulis termotivasi untuk melakukan penelitian tindakan kelas dengan
judul “Peningkatan Hasil Belajar IPS melalui penggunaan Metode Bermain Peran
pada Siswa Kelas IV SD Negeri Mandai Makassar”.
C.
Landasan
Teori dari Pemecahan Masalah yang Dipilih
1.
Hasil
Belajar IPS
a.
Pengertian Hasil Belajar IPS
Menurut Sudjana (2009:22) hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang
dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya.
Berdasarkan pendapat di atas, maka hasil belajar IPS adalah
kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima materi pelajaran
IPS.
b.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Daryanto (2010:36-50) mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi hasil
belajar, yaitu:
1)
Faktor-faktor intern, berupa: faktor jasmaniah,
terdiri atas faktor kesehatan, cacat tubuh, faktor psikologis, terdiri atas
intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, dan kesiapan; dan
faktor kelelahan.
2)
Faktor-faktor ekstern, berupa: faktor keluarga
(cara orang tua mendidik, relasi antaranggota keluarga, suasana rumah, keadaan
ekonomi keluarga, latar belakang kebudayaan), faktor sekolah (metode mengajar,
kurikulum, relasi guru dengan siswa, siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat
pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran di atas ukuran, keadaan gedung,
metode belajar, dan tugas rumah), faktor masyarakat (kegiatan siswa dalam
masyarakat).
2.
Metode
Pembelajaran Bermain Peran
a.
Pengertian
Bermain peran adalah salah satu strategi pengajaran yang menyediakan
kesempatan kepada murid untuk melakukan kegiatan-kegiatan belajar secara aktif
dengan personalisasi. Menurut Ahmadi (1987:65) bahwa bermain peran adalah
metode mengajar dengan menekankan kenyataan dimana para murid diikutsertakan
dalam permainan peranan di dalam mendemonstrasikan masalah-masalah sosial.
Model pembelajaran bermain peran (role playing) dijadikan sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan
aktivitas belajar murid terhadap mata pelajaran Berbicara di sekolah, sehingga adanya
anggapan bahwa mata pelajaran Berbicara merupakan pelajaran yang membosankan
dan terkesan hanya teori saja lambat laun menjadi hilang.
Tujuan dari pelaksanaan model pembelajaran bermain peran (role playing) yaitu menekankan murid untuk
belajar aktif dimana didalamnya terdapat suatu bekal pengetahuan dan latihan
keterampilan afektif, kognitif, dan psikomotorik, serta pengalaman praktis agar
murid memiliki kompetensi dan efektifitas dalam berpartisipasi. Model ini
dirancang khususnya untuk membantu murid mempelajari nilai-nilai sosial dan
moral dan pencerminannya dalam perilaku. Di samping itu metode ini digunakan
pula untuk membantu para murid mengumpulkan dan mengorganisasikan isu-isu moral
dan sosial, mengembangkan empati terhadap orang lain, dan berupaya memperbaiki
keterampilan sosial. Sebagai model mengajar, metode ini mencoba membantu
individu untuk menemukan makna pribadi dalam dunia sosial dan berupaya
memecahkan dilema-dilema sosial dengan bantuan kelompok. Karena itu pada
dimensi sosial metode ini memungkinkan individu untuk bekerjasama dalam
menganalisis situasi sosial, terutama permasalahan interpersonal melalui
cara-cara yang demokratis guna menghadapi situasi tersebut.
Jika ditelaah dari esensinya, model bermain peran lebih menitikberatkan
keterlibatan partisipan dan pengamat dalam situasi atau masalah nyata serta
berusaha mengatasinya. Melalui proses ini disajikan contoh perilaku kehidupan
manusia yang merupakan contoh bagi murid untuk menjajangi perasaannya, menambah
pengetahuan tentang sikap, nilai-nilai dan persepsinya, mengembangkan
keterampilan dan sikapnya di dalam pemecahan masalah, serta berupaya mengkaji
pelajaran dengan berbagai cara.
b.
Kelebihan
dan kelemahan metode pembelajaran bermain peran (role playing)
1)
Kelebihan
metode pembelajaran bermain peran
a)
Murid bebas mengambil keputusan dan berekspresi
secara utuh.
b)
Permainan merupakan penemuan yang mudah dan
dapat digunakan dalam situasi dan waktu yang berbeda.
c) Guru
dapat mengevaluasi pemahaman tiap murid melalui pengamatan pada waktu melakukan
permainan.
d) Permainan
merupakan pengalaman belajar yang menyenangkan bagi anak.
2)
Kelemahan
metode bermain peran
a) Metode
ini menjadi tidak efektif ketika murid kesulitan atau terkadang merasa malu dan
tidak percaya diri memerankan perannya.
b) Bermain
peran memakan waktu yang banyak.
c) Bermain
peran mungkin tidak akan berjalan dengan baik jika suasana kelas tidak
mendukung.
d) Jika
murid tidak dipersiapkan dengan baik ada kemungkinan tidak akan melakukan
secara sungguh-sungguh.
c.
Langkah-langkah
Metode Pembelajaran Bermain Peran
Shaftel (Aunurrahman, 2009: 155) menyarankan 9 langkah penerapan metode
bermain peran (role playing)
di dalam pembelajaran, yaitu:
Fase pertama, membangkitkan semangat kelompok, memperkenalkan
murid dengan masalah sehingga mereka mengenalnya sebagai suatu bidang yang
harus dipelajarinya.
Fase kedua, pemilihan peserta, dimana guru dan murid menggambarkan
berbagai karakter/bagaimana rupanya, bagaimana rasanya, dan apa yang mungkin
mereka kemukakan.
Fase ketiga, menentukan arena panggung, para pemain peran membuat
garis besar skenario, tetapi tidak mempersiapkan dialog khusus.
Fase keempat mempersiapkan pengamat. Pelibatan pengamat secara
aktif merupakan hal yang sangat penting agar semua anggota kelompok mengalami
kegiatan tersebut dan kemudian menganalisisnya. Cara guru melibatkan murid
adalah dengan menugaskan mereka untuk mengevaluasi, mengomentari
efektifitasnya, mengomentari urutannya perilaku pemain dan mendefinisikan
perasaan-perasaan dan cara-cara berpikir individual yang sedang diamati.
Fase kelima, pelaksanaan kegiatan. Pada fase ini para pemeran
mengasumsikan perannya, menghayati situasi secara spontan dan saling merespon
secara realistik.
Fase keenam, berdiskusi dan mengevaluasi, apakah masalahnya
penting, dan apakah peserta dan pengamat terlibat secara intelektual dan
emosional.
Fase ketujuh, melakukan lagi permainan peran. Pada fase ini murid
dan guru dapat berbagi interprestasi baru tentang peran dan menentukan apakah
harus dilakukan oleh individu-individu baru atau tetap oleh orang terdahulu.
Fase kedelapan, dilakukan lagi diskusi dan evaluasi. Murid mungkin
mau menerima solusi, tetapi guru mendorong solusi yang realistik. Selama mendiskusikan
pemeran ini guru menampakkan tentang apa yang akan terjadi kemudian dalam
pemecahan masalah itu.
Fase kesembilan, berbagai pengalaman dan melakukan generalisasi.
Tidak dapat diharapkan untuk menghasilkan generalisasi dengan segera tentang
aspek hubungan kemanusiaan tentang situasi tertentu. Guru harus mencoba untuk
membentuk, diskusi, setelah mengalami strategi bermain peran yang cukup lama,
untuk dapat menggeneralisasi mengenai pendekatan terhadap situasi masalah serta
akibat-akibat dari pendekatan itu. Semakin memadai pembentukan diskusi ini,
kesimpulan yang dicapai akan semakin mendekati generalisasi.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu
dan Joko Tri Prasetya. 1987. Strategi
Belajar Mengajar. Bandung: CV. Pustaka Setia.
Daryanto.
2010. Belajar dan Mengajar. Bandung:
Irama Widya.
Aunurrahman.
2009. Belajar dan Pembelajaran.
Bandung: Alfabeta.
Hamalik,
Oemar. 2008. Kurikulum dan Pembelajaran.
Jakarta: Bumi Aksara.
Sudjana, Nana.
2009. Penilaian Proses Hasil Belajar
Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar